Stola Pejabat Gereja di GKJW

Stola Pejabat Gereja di GKJW



GKJW
1. Apakah Dom itu? Arti pokok gereja bukanlah sebuah gedung, hanya persekutuan orang-orang percaya nang menyambut secara positif cetakan Allah didalam Kristus Yesus. Gabungan ini meliputi orang beriktikad di seluruh dunia, dan tidak dibatasi oleh bahasa, bangsa bangsa dan status sosial.

Maksud dan Tujuan.
Pengakuan bahwa ekaristi Keluarga adalah pilar kekar bagi dinamika kehidupan berjemaat mengajak aku untuk tidak hanya bertanggung balasan memelihara kelestarian semangat dan bentuk persekutuan ibadat ini namun juga mengupayakan bentuk (format) gres ibadat ini agar bisa lebih inovatif, kreeatif dengan menyenangkan untuk dilaksanakan dengan seluruh warga jemaat. Faktor ini penting dilakukan dasar dengan perubahan sosial nan terjadi saat ini,-dimana terjadi canggaan gaya hidup dan desain nilai di dalam masyarakat, berlebihan berdampak serius terhadap kekompakan keluarga-keluarga GKJW yang catatan adalah penyokong dinamika aktivitas gereja. Semangat persekutuan dan kepedulian yang tinggi pada sesama (keluarga-keluarga) yang dibangun dengan ibadat keluarga ini enggak hanya dapat menolong mereka bertahan menghadapi pelbagai tantangan dan godaan batin (hati) kehidupan rumah tangga mereka hanya tetapi juga dapat menumbuhkan dorongan bela rasa dan kesetiakawanan terhadap sesama yang menderita.

Batasan penulisan. GKJW agak banyak melakukan langkah-langkah pemberadaban terkait dengan seriusnya intikad dan godaan yang dihadapi keluarga-keluarga GKJW batin (hati) era modern ini. Berawal dari program SADAR, Pencanangan figur keluarga pada PKP III dengan IV, Tata ibadat (Keluarga), Wacana Katekisasi Perkawinan, Teologi Bani GKJW, buku panduan PA bani maupun penyediaan tuntunan PAH nan semakin kreatif yang kesemuanya itu bagi menunjang pemahamaman, wawasan asma keluarga GKJW di tengah-tengah masyarakat. Terkait bersama berbagai hal yang agak diupayakan GKJW tersebut debat dalam tulisan ini makin di tekankan kepada iluminasi spiritualitas keluarga-keluarga GKJW dengan kegiatan Ibadat Keluarga Surat kabar di rumah tangga masing-masing dengan mempergunakan sarana-sarana yang agak diupayakan oleh GKJW. Secara istimewa yang akan diupayakan merupakan menghidupkan kembali tradisi ekaristi Keluarga Harian dengan anutan Ibadat yang disediakan bersama Majelis Agung. Dalam penjelasannya (MA) di analitis pranata tentang ibadat Keluarga, sama dengan tugas Majelis Jemaat menyediakan akidah bagi Ibadat keluarga ini. Secara kelembagaan, agama yang diberikan MA terhadap warga Jemaat sudah cawis yakni bahan-bahan pembinaan ciptaan GKJW, tetapi dalam faktor pelaksanaan ibadat khususnya Ciptaan Ibadat keluarga masih diberikan berarti (maksud) kerangka model ibadat famili yang bersifat perkunjungan (Patuwen brayat). Aspek inilah yang mendorong pencerita untuk menyusun model Anutan ibadat Keluarga di GKJW demi menjawab kebutuhan akan ajaran Ibadat Keluarga Harian nan dapat dipergunakan oleh keluarga-keluarga di GKJW berarti (maksud) setiap harinya. Tata ekaristi keluarga harian ini diharapkan awam namun secara liturgis-teologis bisa dipertanggung-jawabkan dan kontekstual. Wacana dan renungkan dalam Ekaristi keluarga harian dapat diambil dari Daftar bacaan Alkitab Harian GKJW dan Pancaran Air Jiwa yang telah disusun dengan diterbitkan MA. Untuk nyanyian-nyanyian yang bersifat tetap, kami memilih mulai antara Nyanyian-Nyanyian Kidung Jemaat, batin populer yang bernada meditative. Alasannya ialah bagi latar belakang spiritualitas Jawa nan bersifat meditative. Bagi nyanyian-nyanyian yang lain nan tidak tetap kita mempergunakan Kidung Jemaat dan Kidung Pasamuwan.

Menyusun Buatan Ibadat keluarga harian lain jauh berbeda dengan bersiap-siap Tata ibadat pada pukul rata yang berdasarkan prinsip-prinsip biasa Tata gereja khususnya makan GKJW. [6] Tetapi gelagat sederhana ini tidak melulu dimaksudkan semata menambah model-model Ciptaan ibadat Keluarga semata, bertambah luas dari pada itu betapa menjemaatkan tradisi Ibadat Bani Harian yang sebenarnya berhenti ada di lingkup GKJW (meski itu dulu). Hingga jika itu mungkin diwujudkan bukan semata karena GKJW mengadopsi adat ibadat harian gereja asing bahkan tradisi sembahyang anak lain, tetapi sungguh dilatar belakangi cerita dinamika persekutuan di GKJW badan serta perubahan cara amat-amati terhadap konteks yang dihadapi.
Dengan begitu perlu kita juga mengupas kurang tradisi doa harian bani dan ibadat keluarga nan sudah ada dan check here dongeng perkembangannya, makna teologisnya, bangun dan isi dan unsur-unsur berarti (maksud) ibadat harian. Diharapkan gambaran ini dapat memperkaya ana di dalam memahami bersama menyusun Tata ibadat famili harian di GKJW.

Di Alam Pelayanan
Gereja sebagai persekutuan bangsa percaya senantiasa membutuhkan keseimbangan dan ketertiban dalam operasi pelayanan. Untuk itu diperlukan anak jemaat yang tergerak buat terlibat dalam pelayanan mudah-mudahan gereja dapat secara bersih melaksanakan kegiatannya. Disinilah bani jemaat dipanggil untuk mewujud nyatakan kegiatan sertanya. Misalnya ada kesediaan jasad untuk dipilih menjadi Penatua, Diaken, Benduan di Komisi Pembinaan maupun di Kepanitiaan suatu kegiatan. Apabila tidak ada warga jemaah yang tergerak untuk ikut serta dalam penataan pelayanan, becus dipastikan gereja atau himpunan akan mengalami kelesuan. Tentulah enggak ada seorangpun menghendaki faktor itu terjadi. Satu faktor yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah maka setiap orang yang tergerak demi terlibat dalam penataan jasa haruslah mengutamakan kehendak Tuhan. Artinya, sangkutan itu bukan karena hajat menonjolkan diri atau semoga dihormati oleh orang lain, hanya agar kehendak dan ciptaan Tuhan sendiri yang berlaku.
Sekalipun basilika membutuhkan penataan organisasi, akan tetapi pada hakekatnya organisasi itu enggak memiliki jiwa hirarkhis (adanya atasan dan bawahan), artinya seorang biang bukanlah penguasa, sedangkan famili bukanlah yang harus rajin tunduk. Organisasi itu berlandaskan asas pembagian kerja sesuai dengan talenta masing-masing. Seseorang kepada seseorang lainnya adalah sejajar. Dalam bahasa Alkitab seorang bibit adalah hamba. “Roh patunggilan bak nyawiji” haruslah benar-benar dijiwai atas siapapun yang terlibat dalam organisasi kegerejaan.
Dengan adanya pengaturan yang jelas diharapkan bani jemaat pun akan menjalankan perannya bak sesama anggota Tubuh Kristus, andaikan dengan menyampaikan ide-ide afiat untuk peningkatan dan peluasan gereja. Ide-ide itu bisa disampaikan pada saat Ibadah Rumah Tangga, “rembug warga”, atau secara langsung kepada Bersih Jemaat atau Badan Ajun Majelis Jemaat.

Hubungan Anak Jemaat dengan Umat lain
Seperti yang kita ketahui bersama alkisah kita hidup di antara masyarakat majemuk. Majemuk bagaimana pun hanya dalam hal agama, kecuali juga dalam hal babak pendidikan dan sosial ekonomi. Analitis kenyataan kemajemukan itu mempengaruhi sistem warga masyarakat bergaul. Tentu hal ini wajar dengan wawasan seseorang akan menentukan bangun pergaulannya. Oleh karena itu bagai warga jemaat yang merupakan pengikut Kristus yang setia, saya dipanggil untuk senantiasa bernas menempatkan diri dengan sebaik-baiknya di mana juga kita tinggal. Sesanti TUHAN ITU Benar KEPADA SEMUA ORANG haruslah nyalar kita ingat dan lagi pula kita pakai sebagai alas untuk bergaul dengan bani lain, siapapun mereka.

Di berbagai tempat, basilika atau persekutuan sering mengalami bentrokan berkepanjangan, dan yang mulai akhirnya terjadi perpecahan. Apabila membentuk “gereja” baru atau “wadah persekutuan”, dan ini benderang di sekitar kita. Jika diamati akan kita temukan burhan bahwa salah satu bagian penting penyebab hal itu sama dengan soal ketidakdewasaan rohani. Bersama contoh berikut ini saya berharap kita bisa menilai mana nang dewasa dan mana yang masih tinggi egoismenya. Basung Dadap secara pribadi enggak setuju ketika gereja berencana mengganti bendung besi menjadi pagar tembok. Apik jemaat memutuskan bahwa baluwarti besi harus diganti bersama pagar tembok. Sekali juga tidak setuju secara alur (sungai) tetapi ternyata pak Perisai menghormati keputusan majelis jemaat, dan ia dengan sukacita membantu dana untuk keperluan pembangunan benteng itu. Sebaliknya Pak Waru secara dasar juga tidak setuju bendung tembok diganti, tetapi ajaib dengan Pak Dadap, Bungkus Waru sedikit pun bukan mau mendukung dana demi penggantian pagar itu. Bungkus Dadap bisa memilah antara kepentingan pribadi dan faedah bersama dan sekaligus menghormati hukum majelis jemaat. Sementara bungkus Waru amat jelas egoismenya, barang yang tidak saya sukai bukan akan saya dukung kendati diputuskan oleh majelis jemaat. Katedral dan persekutuan di mana pula amat memerlukan pribadi-pribadi seperti pak Dadap.
jasa SEO - PAUD Terbaik di Ponorogo - SD Terbaik di Ponorogo - Jasa Pijat Refleksi Urat Syaraf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *